Talak Di Luar Pengadilan Perspektif Ulama Buntet Pesantren Cirebon

MUHAMMAD DHOHRI, (2015) Talak Di Luar Pengadilan Perspektif Ulama Buntet Pesantren Cirebon. Bachelor thesis, IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

[img]
Preview
Text
Muh. Dhohri.pdf

Download (1MB) | Preview

Abstract

MUHAMMAD DHOHRI NIM. 14112140050 : “TALAK DI LUAR PENGADILAN PERSPEKTIF ULAMA BUNTET PESANTREN CIREBON” Ungkapan talak yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya di luar sidang Pengadilan akan jatuh talak bagi suami dan istrinya tersebut. Namun talak tersebut tidak diakui oleh pemerintah karena ungkapan talak tersebut tidak diikrarkan di depan sidang Pengadilan Agama, sebagaimana yang termaktub dalam UU. No. 1 Tahun 1974 pasal 39 yang menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Maka setiap talak (cerai) yang dilakukan di luar sidang Pengadilan tidaklah sah menurut Undang-undang ini. Dalam penelitian ini terdapat beberapa masalah, diantaranya: Bagaimana konsep talak dalam kajian hukum Islam (fikih)? Bagaimana konsep talak dalam Perundang-undangan di Indonesia? Bagaimana pemikiran ulama Buntet Pesantren Cirebon terhadap talak di luar Pengadilan? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetaui konsep talak dalam kajian hukum Islam (fikih), untuk mengetahui konsep talak dalam Perundangundangan di Indonesia, dan untuk mengetahui pemikiran Ulama Buntet Pesantren terhadap talak yang dilakukan di luar Pengadilan. Penelitian yang digunakan adalah termasuk dalam penelitian lapangan yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan pendekatan normatif. Pendekatan normatif berarti menjelaskan permasalahan ini sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Dalam penelitian ini penulis membagi data menjadi dua jenis, yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah: Dalam kajian hukum Islam (fikih) berarti melepaskan ikatan pernikahan, lafadz talak merupakan lafadz yang dipakai di zaman Jahilyah untuk mengakhiri sebuah ikatan pernikahan, yang oleh syara’ lafadz tersebut tetap dipergunakan untuk mengakhiri ikatan pernikahan. Dalam UU. No. 1 Tahun 1974 pasal 38 menyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena: (a) kematian, (b) perceraian, dan (c) putusan Pengadilan. Selanjutnya pasal 39 menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Menurut ulama Buntet Pesantren Cirebon, talak yang terjadi di luar Pengadilan dianggap sah selagi terpenuhi syarat dan rukunnya. Walaupun kita diwajibkan untuk mengikuti dan mentaati Undangundang yang mengharuskan talak di depan Pengadilan, namun kewajiban tersebut tidaklah menggugurkan dhohir hukum dari talak yang dilakukan di luar Pengadilan, yang berarti talak tersebut adalah sah. Kata Kunci: Talak, Pengadilan dan Ulama Buntet Pesantren.

[error in script]
Item Type: Thesis (Bachelor)
Subjects: K Law > K Law (General)
Depositing User: H. Tohirin S.Ag
Date Deposited: 09 Dec 2016 03:38
Last Modified: 12 Jun 2017 04:29
URI: http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/121

Actions (login required)

View Item View Item