Zulfy Dwi Vimanhaq, (2024) Kewajiban Memberikan Nafkah Terhadap Keluarga Bagi Suami Yang Menderita Sakit Keras Menurut Mazhab Syafi’i Dan Kompilasi Hukum Islam. Bachelor thesis, S1 Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syahsyiyyah) IAIN SNJ.
Text
2008201038_1_cover.pdf Download (1MB) |
|
Text
2008201038_2_bab1.pdf Download (400kB) |
|
Text
2008201038_6_bab5.pdf Download (221kB) |
|
Text
2008201038_7_dafpus.pdf Download (348kB) |
Abstract
Agama Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah swt, mengikuti Sunnah Rasulullah SAW dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus ditaati. Dalam kehidupan suami istri ada beberapa hal yang harus ditunaikan oleh keduanya, dan salah satu dari kewajiban seorang suami kepada istrinya tersebut adalah memberi nafkah. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80 ayat (4) dinyatakan bahwa sesuai dengan penghasilannya suami menanggung kiswah dan tempat kediaman bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan pengobatan bagi isteri dan anak, biaya pendidikan bagi anak. Akan tetapi jika dilihat dari realitas yang ada pada saat ini banyak para suami yang tidak memenuhi nafkah keluarganya. Oleh karena itu jika kita lihat realitas yang ada pada saat ini banyak para istri yang ikut berperan serta dalam memenuhi nafkah keluarga. Sementara suami mereka tidak bisa memenuhi nafkah keluarga karena terkena penyakit stroke atau penyakit lain yang menyebabkan dia terbaring dirumah saja. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dari pertanyaan-pertanyaan yang menjadi rumusan masalah: “Bagaimana status nafkah keluarga yang suaminya menderita sakit keras menurut Mazhab Syafi‟i dan Kompilasi Hukum Islam.” Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Adapun hasil dari penelitian ini: menurut Mazhab Syafi‟i dan Kompilasi Hukum Islam secara jelas mengatur bahwa suami yang sedang sakit keras tetap memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada keluarganya, baik itu berupa pakaian, makanan, dan tempat tinggal. Ketidakmampuan suami dalam memberi nafkah tidak berarti bahwa kewajibannya tersebut secara otomatis gugur. Artinya, meskipun suami tidak mampu memberikan nafkah pada suatu waktu, kewajibannya tetap ada dan dapat dianggap sebagai hutang yang harus dibayar pada saat suami tersebut sudah mampu. Namun, ada beberapa kondisi yang dapat membuat status nafkah tersebut gugur. Misalnya, jika istri merelakan atau membebaskan suami dari kewajiban tersebut. Artinya, ada kesepakatan atau persetujuan antara suami dan istri untuk tidak menuntut nafkah pada saat tertentu. Kata kuci: Nafkah, Mazhab Syafi‟i dan Kompilasi Hukum Islam
Item Type: | Thesis (Bachelor) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam > Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syahsyiyyah) |
Depositing User: | rosyidah rosyidah rosyidah |
Date Deposited: | 30 Apr 2024 01:53 |
Last Modified: | 30 Apr 2024 01:53 |
URI: | http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/13036 |
Actions (login required)
View Item |