Tinjauan Fiqih Munakahat Terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Tentang Suami Yang Memaksa Istri Berhubungan Intim)

Nadia Cahya Maolia, (2025) Tinjauan Fiqih Munakahat Terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Tentang Suami Yang Memaksa Istri Berhubungan Intim). Bachelor thesis, S1-Hukum Keluarga UIN SSC.

[img] Text
1808201082_1_cover.pdf

Download (2MB)
[img] Text
1808201082_2_bab1.pdf

Download (716kB)
[img] Text
1808201082_6_bab5.pdf

Download (545kB)
[img] Text
1808201082_7_dafpus.pdf

Download (559kB)

Abstract

Pemaksaan hubungan seksual oleh suami terhadap istri masih menjadi permasalahan yang belum sepenuhnya dipahami sebagai bentuk kekerasan dalam masyarakat. Dalam konteks masyarakat muslim, pemahaman fikih klasik yang mewajibkan istri untuk memenuhi kebutuhan biologis suami kapan pun sering kali dijadikan pembenaran atas tindakan tersebut. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) secara tegas menyatakan bahwa pemaksaan hubungan seksual oleh suami terhadap istri termasuk dalam kategori kekerasan seksual. Perbedaan pandangan antara fikih munakahat dan hukum positif ini menimbulkan persoalan normatif yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-komparatif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan terhadap sumber-sumber hukum Islam seperti kitab-kitab fikih, hadis, serta literatur kontemporer, dan dibandingkan dengan ketentuan dalam UU No. 23 Tahun 2004, khususnya Pasal 8 yang membahas kekerasan seksual dalam rumah tangga. Pendekatan komparatif digunakan untuk menganalisis sejauh mana perbedaan dan persamaan pandangan antara Fiqh Munakahat dengan hukum positif Indonesia dalam melihat isu pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8, suami yang memaksa istri untuk berhubungan seksual dapat dikenai sanksi pidana sebagai pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga. Kedua, dalam Fiqh Munakahat, istri memang memiliki kewajiban untuk melayani suami secara seksual, tetapi kewajiban tersebut dibatasi oleh prinsip mu’asyarah bil ma’ruf (perlakuan yang baik) dan tidak boleh disertai pemaksaan yang merugikan istri secara fisik atau psikis. Ketiga, tinjauan komparatif antara Fiqh Munakahat dan UU No. 23 Tahun 2004 menunjukkan adanya perbedaan pendekatan: fikih lebih menekankan pada kewajiban istri, sementara hukum positif menitikberatkan pada perlindungan hak istri. Meski demikian, keduanya dapat dipadukan dalam kerangka pemahaman yang lebih adil, manusiawi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dalam Islam dan negara hukum dengan interaksi keterbukaan dan membuat kesepakatan di awal pernikahan.

[error in script]
Item Type: Thesis (Bachelor)
Uncontrolled Keywords: Fiqh Munakahat, Kekerasan Seksual, UU PKDRT, Hubungan Suami Istri, Hukum Keluarga Islam
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Depositing User: rosyidah rosyidah rosyidah
Date Deposited: 31 Jul 2025 06:59
Last Modified: 31 Jul 2025 06:59
URI: http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/16320

Actions (login required)

View Item View Item