Anwar Sanusi, AS (2013) KONSEP NEGARA MENURUT PEMIKIRAN SAYYID QUTHB. Jurnal Tamaddun Fakultas SKI, 2 (2). pp. 163-176. ISSN 2355.1917
|
Text
Jurnal Tamaddun Vol. 2 Desember 2013.pdf Download (3MB) | Preview |
Abstract
Sayyid Quthb adalah pemikir radikal sekaligus aktifis yang militan dalam gerakan Islam modern kontemporer. Pemikirannya telah mempengaruhi para aktifis Islam di berbagai dunia Islam lainnya. Aktivitas dan pemikirannya telah membawa Ikhwanal Muslimin kedalam kancah gerakan yang amat diperhitungkan oleh rezim yang memerintah di mesir, sekaligus mengilhami berdirinya cabang-cabang Ikhwan di berbagai Negara, karya di baca oleh banyak kalangan, terutama para aktivis gerakan Islam. Hampir semua karyanya berdimensi politis dan memggerakan kebangkitan. Militansi dan idealismenya membawanya turut aktif dalm gerakan Ikhwanul Muslimin. Hingga pada tahun 1945 saat Ikhwan berlawanan dengan revolusi pemerintah maka Sayyid Quthb menjadi orang urutan pertama yang ditangkap. Ia dan kelompoknya ditangkap dengan tuduhan akan membunuh Abdun Nashir. Mereka kemudian disiksa dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Setelah 10 tahun menjalani hukuman, Abdus salam Arif, pemimpin Irak pada tahun 1964 berupaya mendesak Abdu Nashir agar membebaskan sayid. Namun tak lama setelah keluar penjara, Sayid di dakwa dengan tuduhan lain yang mengharuskannya dan dua tokoh pergerakan lainnya di esksekusi. Yakni tuduhan konspirasi atau kudeta penggulingan kekuasaan pemerintah Mesir saat itu. Maka pada tahun 1965 Sayid dan Abdul Fatah Ismail serta M. Yusuf Hawassy di hukum gantung dengan diiringi duka dari kaum muslim di berbagai belahan dunia. Perjuangan dan keberaniaannya menyingkap kebenaran dan keadilan yang seharusnya ditegakkan di negaranya mengispirasi jutaan umat Islam untuk bangkit melawan penjajahan dan kebodohan. Pada tahun 1965, Sayyid Qutb divonis hukuman mati atas tuduhan perencanaan menggulingkan pemerintahan Gamal Abd Nasher. Sebelum dilakukan eksekuksi Gamal Abd Nasher pernah meminta Sayyid Qutb untuk meminta maaf atas tindakannya yang hendak dilakukannya, namun permintaan tersebut ditolak oleh Sayyid Qutb. Kitab Ma’maiml fi’t-Tariq. Ada yang mengatakan bahwa kitab ini dipengaruhi oleh fundamentalis ekstrimis Mesir yang berupaya merebut kekuasaan, membunuh sadat, dan secara konsisten menentang kesepakatan Camp David. Kendati pribadi Sayyid Qutb secara umum bisa dianggap konsesnsus fundamentalis, anggapan ini tidak mampu menjelaskan pengaruh yang membuatnya dituduh menyebarluaskan pendapat ideologis kaum ekstrimis fundamentalis Mesir. Karena itu tidaklah berlebihan jika kita mempertanyakan alasan ketertarikannya kepada para anggota gerakan bawah tanah dan gerakan radikal yang berlawanan sifat dengan gerakan Ikhwan al-Muslimin. Argumen Qutb dibuat dengan menarik logika premis pertamanya yang boleh dikata agak primitif. Premis itu melibatkan prinsip hakimiyya, atau kedaulatan, dalam bahasa hukum internasional modern dan teori politik kekinian. Menurut gagasan itu, tuhan berdaulat penuh atas semua makhluk. Kedaulatan ini ditafsirkan dalam pengertian kekuasaan yang menghendaki ketaatan absolut tanpa boleh dibantah, serupa dengan seorang tuan yang menguasai budaknya. Landasan dari kekuasaan ini adalah kedudukan Tuhan sebagai pencipta, pemilik, dan penguasa segala sesuatu yang ada di muka bumi. Pandangan ini dinyatakan sebagai kebenaran yang terbukti dengan sendirinya: Hanya ada satu macam Negara yang bisa menopang pemerintahan yang Islami, yaitu negara Islam (Darul Islam). Tatkala aqidah sudah berlainan maka terurailah satu ikatan kerabat dan terbagilah yang satu, karena yang menjadi kata kunci adalah ikatan aqidah. Negara Islam diperuntukkan bagi orang yang mau menerima syariat Islam sebagai tatanan, meski ia bukan seorang muslim. Islam tidak didasarkan pada hubungan tanah kelahiran atau kesukuan, tidak pada ikatan keturunan ataupun pernikahan, dan tidak pula jalinan kabilah ataupun kerabat. Islam tidak akan tegak di bumi yang tidak dikendalikan oleh Islam dan syariatnya. Hanya ada dua alternatif: Islam atau jahiliyah. Tidak ada pilihan lain, “setengah Islam, setengah jahiliyah”. Islam cukup dikatakan Islam, titik. Islam memiliki kepribadian, konsepsi, dan aturan main sendiri. Islamlah yang akan mewujudkan semua cita-cita kemanusian dan aturan mainya. Keterpurukan yang selama ini dialami umat manusia tidak akan terobati hanya dengan reformasi kecil-kecilan dalam beberapa bagian kecil dari berbagai sistem dan aturan main. Sayyid quthb memiliki suatu konsep tentang pemerintahan yang ideal dalam Islam. Menurutnya, pemerintahan yang paling bagus adalah pemerintahan Supra Nasional. Dalam sistem ini, wilayah Negara meliputi seluruh dunia Islam dengan sentralisasi kekuasaan pada pemerintah pusat. Yang dikelola atas prinsip persamaan penuh antara semua umat Islam yang terdapat diseluruh penjuru dunia Islam, tanpa adanya fanatisme ras dan kedaerahan. Tentang pemanfaatan potensi pendapatan yang dimiliki oleh daerah, diutamakan dipakai untuk kepentingan daerah itu sendiri, dan apabila masih ada lebihnya, maka akan disetorkan ke bait al-mal atau perbendaharaan pemerintah pusat sebagai milik bersama kaum muslimin yang akan dipergunakan untuk kepentingan bersama saat dibutuhkan.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Ilmu Sejarah > Biografi |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah > Sejarah Kebudayaan Islam |
Depositing User: | H. Tohirin S.Ag |
Date Deposited: | 28 Mar 2019 14:02 |
Last Modified: | 28 Mar 2019 14:02 |
URI: | http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/3109 |
Actions (login required)
View Item |