Novia Amalia Leghita, (2024) Analisis Mekanisme Impeachment Kepala Daerah Karena Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Dan Fiqih Siyasah. Bachelor thesis, S1-Hukum Tatanegara Islam UIN SSC.
![]() |
Text
2008206007_1_cover.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
2008206007_2_bab1.pdf Download (313kB) |
![]() |
Text
2008206007_6_bab5.pdf Download (110kB) |
![]() |
Text
2008206007_7_dafpus.pdf Download (258kB) |
Abstract
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sejumlah kasus pemakzulan kepala daerah yang disebabkan oleh keterlibatan mereka dalam tindak pidana korupsi, pelanggaran sumpah jabatan, atau pelanggaran hukum lainnya. Apabila seorang pejabat negara terbukti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai pejabat, maka proses pemakzulan dapat diajukan untuk memberhentikan mereka dari jabatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep dasar impeachment, mengetahui impeachment kepala daerah karena korupsi, dan mengetahui tinjauan mekanisme Impeachment kepala daerah karena tindak pidana korupsi, khususnya dari persfektif Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Data yang dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan (library research) dari bahan hukum sekunder kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme pemberhentian kepala daerah di Indonesia, khususnya terkait tindak pidana korupsi menurut UU No. 23 Tahun 2014 dapat terjadi melalui dua jalur utama: pertama, melalui prosedur politik yang dimulai dari pengajuan pendapat oleh DPRD mengenai pelanggaran yang dilakukan kepala daerah, yang kemudian diputuskan oleh Mahkamah Agung. Keputusan Mahkamah Agung ini menjadi dasar bagi Presiden untuk memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atau bagi Menteri untuk memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati serta wali kota dan/atau wakil wali kota. Kedua, pemberhentian dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah pusat tanpa memerlukan usulan dari DPRD, terutama ketika kepala daerah didakwa melakukan tindak pidana berat seperti korupsi. Adapun dalam fiqih siyasah mekanisme pemberhentian Amir/Wali/Kepala Daerah yang melakukan tindak pidana korupsi dalam hukum Islam tidak disebutkan secara rinci baik dalam Alquran maupun hadist. Akan tetapi dalam kitab-kitab fiqh siyasah setidaknya ditemukan beberapa cara atau mekanisme pemberhentian Kepala Daerah. Menurut Undang-undang Pemerintahan Daerah maupun Fiqih Siyasah, terdapat kesamaan dalam menganggap korupsi sebagai pelanggaran serius yang dapat menyebabkan pemberhentian kepala daerah, namun dengan mekanisme dan proses yang berbeda. Kata Kunci: Impeachment, Kepala Daerah, Korupsi
Item Type: | Thesis (Bachelor) |
---|---|
Subjects: | K Law > KZ Law of Nations |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam |
Depositing User: | rosyidah rosyidah rosyidah |
Date Deposited: | 25 Mar 2025 03:04 |
Last Modified: | 25 Mar 2025 03:04 |
URI: | http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/15190 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |