URGENSI ‘IWAḌ DALAM KHULU’ DALAM PERSPEKTIF MAZHAB SYAFI’I

Slamet, (2012) URGENSI ‘IWAḌ DALAM KHULU’ DALAM PERSPEKTIF MAZHAB SYAFI’I. Bachelor thesis, IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

[img]
Preview
Text
SLAMET_58310100__OK.pdf

Download (3MB) | Preview

Abstract

SLAMET : URGENSI ‘IWAḌ DALAM KHULU’ DALAM PERSPEKTIF MAZHAB SYAFI’I Dalam ajaran Islam perceraian atau pemutusan hubungan perkawinan dapat terjadi karena beberapa hal yakni: talaq, khulu’, fasakh, li’an, dan ila’. Dari bentukbentuk cara perceraian di atas, selain perceraian lewat talaq yang dilakukan suami, maka istri pun mempunyai hak untuk memutuskan hubungan suatu perkawinan yaitu dengan cara khulu’. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau ‘iwaḍ kepada dan atas persetujuan suaminya. Dalam fikih Mazhab Syafi’i masalah ‘iwaḍ ini sering kita jumpai. Sementara dalam Hukum Islam di Indonesia masalah ‘iwaḍ tidak dibahas secara mendetail. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka dirumuskan masalah yang terkait dengan judul di atas yakni: 1. Bagaimana definisi khulu’ menurut pandangan fiqh mazhab Syafi’i?; 2. Bagaimana ketentuan dan urgensi ‘iwaḍ dalam khulu’ menurut pandangan mazhab Syafi’i?; 3. Bagaimana relevansi ‘iwaḍ menurut mazhab Syafi’i dalam kontek hukum Islam Indonesia? Adapun penelitian ini mempunyai tujuan: 1. Mengungkap data tentang definisi khulu’ dalam Islam khususnya menurut mazhab Syafi’i, 2. Mendeskripsikan ketentuan dan urgensi ‘iwaḍ dalam khulu’ menurut mazhab Syafi’i, 3. Mendeskripsikan akan relevan atau tidaknya ‘iwaḍ menurut mazhab Syafi’i terhadap hukum Islam di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pendekatan normative deskriptif sebagai upaya penyusunan bahan penelitian, dan metode library research (kepustakaan) dipakai untuk teknik pengumpulan data yang terkait dengan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ulama madzhab Syafi’i mendefinisikan khulu’ sebagai perceraian antara suami istri dengan ganti rugi, baik dengan lafaz talaq maupun dengan lafaz khulu’. Adapun dalilnya adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 229 dan hadits yang diriwayatkan Bukhari no. 5275 tentang khulu’, 2. Menurut mazhab Syafi’i jumlah atau kadar ‘iwaḍ boleh dibayarkan berupa maskawin atau sebagiannya atau dengan harta lain, sama, atau kurang, atau lebih dari maskawin. Jenis dan sifatnya sama seperti sesuatu yang dapat diperjual belikan, jika tidak maka khulu’-nya tertolak atau ‘iwaḍ-nya harus diganti dengan mahar miṡil. Dengan demikian, ketentuan atau kadar ‘iwaḍ berkedudukan sebagai batasan yang membolehkan ada dan tidaknya khulu’, maka keberadaan ‘iwaḍ dalam khulu’ sama pentingnya dengan mahar dalam perkawinan, 3. penetapan kadar ‘íwaḍ baik menurut pendapat mazhab Syafi’i maupun hukum Islam yang berlaku di Indonesia sama-sama tidak membatasi jumlahnya, waktu pembayaran ‘iwaḍ boleh dilakukan kapan pun, sementara dalam masalah penetapan ‘iwaḍ sama-sama menggunakan asas musyawarah atau kesepakatan kedua belah pihak asalkan barang ‘iwaḍ memenuhi syarat.

[error in script]
Item Type: Thesis (Bachelor)
Subjects: Pendidikan > Pendidikan (Umum)
Depositing User: H. Tohirin S.Ag
Date Deposited: 17 Jan 2017 03:14
Last Modified: 07 Jun 2017 02:50
URI: http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/256

Actions (login required)

View Item View Item