TRADISI PANJANG JIMAT PUSAKA BUYUT GRUDA DESA GEGESIK LOR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT (PEMAKNAAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)

Mohamad Ilham Hambali, (2023) TRADISI PANJANG JIMAT PUSAKA BUYUT GRUDA DESA GEGESIK LOR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT (PEMAKNAAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES). Bachelor thesis, S1-Aqidah Filsafat Islam.

[img] Text
1908303026_2_bab1.pdf

Download (292kB)
[img] Text
1908303026_1_cover.pdf

Download (1MB)
[img] Text
1908303026_6_bab5.pdf

Download (44kB)
[img] Text
1908303026_7_dafpus.pdf

Download (254kB)

Abstract

daerahnya memiliki nuansa sendiri. Dari kebudayaan terdapat nilai-nilai agama Islam yang masuk ke dalamnya. Seperti halnya di daerah Cirebon memiliki tradisi yang biasa dilakukan untuk memperingati hari lahir nabi Muhammad Saw, diantaranya tradisi panjang jimat. Tradisi panjang jimat di Cirebon berada di keraton-keraton yang ada di Cirebon, namun bukan hanya keraton saja yang memiliki tradisi panjang jimat. Diantara di daerah Gegesik Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Memiliki tradisi panjang jimat pusaka buyu gruda. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas sebuah tradisi panjang jimat pusaka buyut gruda yang ada di Desa Gegesik Lor. Dengan melakukan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Menggunakan pisau analisi dari pemaknaan semiotika Roland Barthes. Teori semiotika Rolan Barthes di peruntukan menggali makna denotative dan konotatif dari sebuah proses tradisi panjang jimat pusaka buyut gruda. Tradisi panjang jimat pusaka buyut gruda mempunyai lima buah proses, diantaranya tawasulan, ngudunaken, ngadusaken, nerapaken atau ngerias, dan mengarakan. Diantara proses tersebut memiliki makna denotative dan konotatif. Seperti proses tawasulan memiliki makna denotative mendoakan, dan konotatifnya memnta barokah. Di proses ngudunaken memiliki makna denotatif menurunkan pusaka dari atas ke bawah, dan konotatifnya turunnya sebuah ilmu berasal dari atas. Pada proses ngadusaken memiliki makna denotatif memandikan pusaka, dan konotatifnya membersihkan penyakit manusia batin dan fisik. Selanjutnya pada proses nerapaken dan ngerias, memiliki makna denotatif menyatukan bagian pusaka dan merias dengan menambahkan berbagi assesoris, dan konotatifnya menerapkan sebuah ilmu didalam diri manusia dan berpenampilan rapih. Yang terkahir proses ngarakaken memiliki makna denotatif mengelilingkan gruda ke lima desa, dan makna konotatifnya menolak musibah yang ada di Gegesik.

[error in script]
Item Type: Thesis (Bachelor)
Divisions: Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah > Filsafat Agama
Depositing User: H. Tohirin S.Ag
Date Deposited: 10 Sep 2025 07:31
Last Modified: 10 Sep 2025 07:31
URI: http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/17304

Actions (login required)

View Item View Item